Munculnya bentrokan Cikeusik menurut Ketua Komisi III DPR RI Tjatur Sapto Edi disebabkan intervensi pihak luar, meskipun beliau tidak menyebutkan siapa dalang terjadinya keributan tersebut. Namun sudah dapat dipastikan adalah karena ketidakmampuan Hj. Atut Chosiah sebagai Gubernur Banten sebagai wakil pemerintah di tingkat Provinsi yang memiliki tugas menjaga dan mengamalkan ideologi Pancasila dan kehidupan demokrasi di Banten.
Setelah terjadi kerusuhan Cikeusik, Gubernur Banten menutupi ketidakmampuannya dalam memenej Banten dengan menerbitkan Peraturan Gubernur Banten Nomor 5 Tahun 2011 tentang Larangan Aktivitas Anggota Jemaah Ahmadiyah di wilayah Provinsi Banten. sebagai antisipasi terjadinya kerusuhan ulang seperti yang terjadi di Cikeusik. Namun Pergub tersebut dianggap salah kaprah oleh M. Hanif Dhakiri, Ketua DPP PKB dan Sekretaris FPKB DPR RI. Karena Pergub tersebut telah melanggar UU 1945 dan Pasal 10 UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Pergub ini sebagai contoh keteledoran Gubernur Banten Hj. Atut Chosiah yang tidak cermat dan teliti dalam mengambil kebijakan. Gubernur Banten dalam Pergub ini menangani masalah dengan melanggar Undang-Undang. kebijakan yang telah menyepelekan nilai-nilai demokrasi yang telah dibangun dengan genangan darah dan cucuran air mata oleh mahasiswa Indonesia tahun 1998.
Haji Wahidin Halim dalam kebijakannya sangat berbeda pendapat tentang Pergub yang dinilai melanggar Undang-Undang tersebut. Menurutnya, beliau lebih memilih jalur lain dibanding harus melanggar Undang-Undang, meskipun dalam pengakuannya Haji Wahidin Halim lebih keras terhadap jamaah Ahmadiyah namun tidak melanggar demokrasi. dan Haji Wahidin Halim mengajak warga Ahmadiyah untuk berfikir cerdas dalam menyikapi kasus-kasus yang terjadi. Sehingga dalam bermasyarakat, warga Ahmadiyah di Kota Tangerang lebih arif dan tidak mengajarkan dan memaksakan agama yang dianutnya kepada orang lain yang berbeda kepercayaan.
0 komentar:
Posting Komentar